Senin, 16 Mei 2011

Another one

Hari itu hari Selasa, tanggal 27 Oktober 2009. Ya, benar, hari Selasa. Masih teringat dengan jelas di otak saya, kejadian yang tak akan terlupakan seumur hidupku. Saya tiba di rumah jam 17.00 WIB, tak seperti biasanya. Biasanya saya pulang jam 14.00 WIB, tapi hari ini ada pengayaan di sekolah terus dilanjutkan dengan les matematika di rumah Pak Ihsan. Wah, sungguh pusing otak saya.

Oh, iya, saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Kevin, tepatnya Kevin Andreas Rossi. Saya tidak ada hubungan keluarga dengan pembalap terkenal itu, hanya saja ayah saya adalah penggemar fanatiknya. Umur saya 18 tahun. Saya bersekolah di sebuah sekolah negeri terkemuka di kota Banjar, kota yang baru berdiri, setelah lepas dari kota Ciamis. Saya tinggal di rumah sederhana, di daerah timur Banjar. Saya kurang menyukai daerah ini, ya begitulah, nanti saya ceritakan. Saat ini saya duduk di kelas 3 IPA 1, sebentar lagi saya akan mengikuti UN. UN ya UN sungguh menakutkan bagi sebagian siswa, menantang bagi sebagian siswa, dan hambar bagi siswa lain yang tak peduli akan masa depan pendidikannya.

Pengayaan tadi membahas mengenai bab limit, ya, itu pelajaran matematika. Saya gak tahu harus senang atau tidak pada matematika, yang jelas saya merasa tertantang untuk meyelesaikan soal – soalnya. Setelah pengayaan, saya dan beberapa teman saya langsung ke rumah Pak Ihsan, les matematika. Hmm…matematika lagi, ya bagaimana lagi, matematika is one important lesson in UN. Penat sudah otak saya, saya pengen segera pulang, merebahkan diri di kasur yang empuk sambil melihat kontes kreatifitas orang Jepang. Mandi…, saya gak kepikiran untuk mandi, gak apa kali ya kalo sesekali gak mandi. Akhirnya les selesai, saatnya pulang, yeeaaa… so happy I am.

Rumah, saya sudah tiba di rumah jam 17.00 WIB. Tapi, kenapa jam segini, rumah saya terasa begitu sepi. Biasanya ibu dan ayah sedang duduk di teras rumah. Ada perasaan aneh ketika memasuki gerbang rumah, semilir angin dingin membuat buluk kudukku berdiri. Badan terasa tak karuan panas, dingin, dua – duanya aku rasakan. Sungguh bukan utopia yang biasa saya rasakan.

Tok…tok..tok…

Assalamualaikum..bu…yah…

Assalamualaikum…

Tak ada jawaban, kemana mereka, ya

Emm, duduk saja diteras rumah, ah. Kali aja mereka sebentar lagi pulang. Sudah 15 menit saya menunggu, hari semakin sore. Layung senja menampakan dirinya. Indah juga sore ini, tak biasa saya merasakan penampakan layung senja di sore yang cerah.

Vin…Kevin..

Hahh…

Suara itu menyadarkanku dari lamunan, itu suara bibi saya.

Ada apa, bi

Ibu dan ayah mu sedang pergi ke Cikupa. Ada keperluan, ayo tunggu di rumah bibi saja.

Akhirnya saya ikut ke rumah bibi, tak jauh dari rumah saya. Ada apa, ya, ayah dan ibu ke Cikupa. Setau saya, saya tidak punya saudara di sana. Males juga saya menanyakannya ke bibi. Begitu tiba di rumah bibi saya, langsung saja merebahkan diri di kursi, sementara bibi dan anak-anaknya ada di lantai dua. Rumahnya emang bertingkat, tingkat dua tepatnya. Tak taunya saya ketiduran.
___Bersambung___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar